Manusia adalah makhluk sosial. Tidak mungkin ia hidup sendirian. Dia perlu berinteraksi dengan orang lain. Membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya. Suatu komunitas tidak akan berjalan dengan baik, kecuali bila ada pemimpinnya. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ“
“Bila ada tiga orang bepergian jauh bersama, hendaklah mereka mengangkat salah satunya menjadi pemimpin”. HR. Abu Dawud dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu. Syaikh al-Albaniy menilai sanadnya hasan sahih.
Bila sekumpulan orang berjumlah tiga saja harus ada pemimpinnya, apalagi sekumpulan orang dalam sebuah negara. Tentu harus ada pemimpinnya. Bukan sekedar ada pemimpin, namun pemimpin yang dipatuhi rakyatnya. Allah ta’ala berfirman,
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ“
Artinya: “Wahai orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul dan pemerintah kalian”. QS. An-Nisa’ (4): 59.
Namun berhubung pemerintah adalah manusia, maka peluang untuk melakukan kesalahan pun terbuka lebar. Sebagaimana rakyatnya juga demikian. Karenanya perlu ada pembudayaan saling nasehat-menasehati.
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ رضي الله عنه، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه سلم قَالَ: “الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ“ قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: “لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ“.
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dâry radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Agama itu nasehat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasehat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasehat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. HR. Muslim.
Salah satu bentuk nasehat untuk pemerintah adalah mendoakan kebaikan untuk mereka. Saking pentingnya hal ini, hingga Imam al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah (w. 187 H) pernah berkata, “Andaikan aku memiliki satu doa yang mustajab, niscaya tidak akan kugunakan kecuali untuk mendoakan pemerintah. Sebab bila pemerintah baik, niscaya negara dan masyarakat akan aman”.
Bahkan para ulama Ahlus Sunnah mengategorikan hal ini dalam prinsip akidah yang musti dipegang setiap muslim. Imam Abu Ja’far ath-Thahawiy (w. 321 H) menjelaskan, “Kami (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) tidak membenarkan pemberontakan terhadap pemerintah, sekalipun mereka berbuat zalim. Tidak mendoakan keburukan untuk mereka. Tidak mencabut ketaatan dari mereka. Kami memandang bahwa ketaatan kepada mereka merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah yang wajib. Selama mereka tidak memerintahkan maksiat. Kita selalu mendoakan agar mereka baik dan selamat”.
Inilah solusi yang paling tepat menghadapi kebobrokan pemerintah. Tidak perlu merasa alergi untuk mendoakan kebaikan buat pemerintah. Toh, mendoakan keburukan untuk mereka juga tidak menyelesaikan masalah. Justru malah memperparah keadaan.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 1 Jumadal Ula 1440 / 7 Januari 2019